Permendikbud Nomor 49, Menuai Protes
- Written by Winda Efanur FS
- Be the first to comment!
- font size decrease font size increase font size

Winda Efanur FS,
Yogyakarta-KoPi, Peraturan Menteri dan Kebudayaan Nomor 49 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menuai kontroversi di kalangan praktisi pendidikan. Terutama pasal 17 mengenai batas maksimal studi S1 selama 5 tahun. Kebijakan teranyar dari mendikbud tersebut menyoal mutu perguruan tinggi di Indonesia.
Seperti yang diungkap oleh koordinator Kopertis DIY, Bambang tujuan pemberlakuan permen (peraturan menteri) ini untuk meningkatkan kualitas mahasiswa dan universitas pada umumnya. Dimana mahasiswa mampu mengatur waktunya agar tidak terlalu lama di kampus dan upaya menyelamatkan mahasiwa dari perubahan kurikulum setiap empat tahun sekali.
Namun bagi sebagian mahasiswa, peraturan itu dirasa sebagai upaya mengerdilkan ruang aktifitas mahasiswa. Pemangkasan waktu studi dari 14 semester (5 tahun) menjadi 10 semester (5 tahun) tidak saja cukup memberatkan tetapi dicurigai sebagai upaya sistematis untuk mereduksi pendidikan di Indonesia.Pasalnya rutinitas mahasiswa tidak hanya terpaku pada bangku kuliah. Kebutuhan meraka terjun ke dunia organisasi, mengolah bakat dan minat atau bekerja part time pun menjadi poin penting.
Suhendra, misalnya, salah satu mahasiswa PGSD Universitas Negeri Yogyakarta sangat tidak setuju dengan keputusan itu.
"Mahasiswa kan tidak saja kuliah, tapi mereka juga punya aktifitas sosial dalam organisasi, " ujarnya.
Senada denga Suhendra, Aditya Herwin, Presiden Mahasiswa BEM UGM berpendapat bahwa kuliah membutuhkan keseimbangan antara kuliah dan organisasi.
Sementara itu, Badriyanto, Wakil Presiden UIN Kalijaga Yogyakarta juga berpendapat bahwa di kalangan mahasiswa, prosentase kuliah hanya 25 %, selebihnya 75 % ilmu didapatkan di luar kampus baik organisasi dan lainnya. Pasalnya di dalam kuliah mahasiswa hanya menelan teori mentah-mentah. Esensi pentingnya ‘ruang pembelajaran’ ketika mahasiswa mengimplementasikan teori di dunia luar.